Senin, 06 Juni 2016

Kisah Perjalanan Baginda Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam ke Thaif



Selama sembilan tahun, sejak masa kerasulan, Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassallam telah berusaha menyampaikan ajaran Isla dan mengusahakan hidayah serta perbaikan kaumna di Makkah. Namun, kebanyakan orang-orang Makkah selalu menyakiti, memperolok-olok, dan berbuat semena-mena terhadap Baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wassalam dan para sahabat, kecuali sekelompok kecil orang yang sudah masuk Islam dan beberapa orang yang selalu membantu beliau walaupun belum masuk Islam.

Paman Baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam, Abu Thalib, termasuk orang yang baik hatinya, meskipun belum masuk Islam. Dia selalu membantu Baginda Nabi Shallallahu’alaihi wassallam dalam segala bentuk. Pada tahun kesepuluh kenabian, ketika Abu Thalib meniggal dunia, kaum Kafir mendapat kesempatan untuk mencegah perkembangan Islam dan menyakiti kaum Muslimin secara lebih leluasa.

Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam pun pergi ke Thaif yang didiami Kabilah Tsaqif yang berjumlah besar, dengan harapan apabila kabilah tersebut masuk Islam, Kaum Muslimin akan terbebas dari berbagai penderitaan dan Thaif akan  menjadi pondasi penyebaran agama. Setibanya di Thaif, Baginda Nabi Shallallahu’alaihi wassallam langsung menemui tiga orang yang ditokohkan. Beliau berbicara dengan mereka, mengajak mereka kepada agama Allah Subhanahu wata’ala, dan agar mereka mau membantu Baginda Rasulullah Shallallahu’alaihi wassallam. Akan tetapi, mereka bukannya menerima atau paling tidak berlaku sopan kepada tamu yang baru datang sebagaimana adat bangsa Arab yang terkenal dengan memuliakan tamu, bahkan mereka tanpa basa basi menyambut beliau dengan sikap dan akhlak yang sangat buruk. Bahkan mereke pun tidak rela Baginda Rasulullah Shallallahu’alaihi wassalam tinggal di situ. Padahal orang yang dianggap sebagai tokoh seharusnya berbicara dengan sopan dan berakhlak yang mulia.

Salah seorang di antara mereka berkata “oh, kamukah orang yang diutus oleh Allah sebagai Nabi?” yang kedua berkata “ Apakah Allah tidak menemukan selain kamu untuk di utus sebagai rasul?” yang ketiga berkata “ aku tidak mau bicara dengan kamu. Sebab, jika kamu memang seorang Nabi sepeti pengakuanmu, lalu aku menolakmu, tentu aku tidak lepas dari musibah. Jika kamu pembohong, maka aku tidak mau bicara dengan pembohong.” Akan tetapi, Baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam mempunyai hati yang begitu teguh laksana sebuah batu karang. Beliau tidak berputus asa dan terus berusaha untuk mendekati masyarakat umum, tetapi tidak seorang pun yang mau mendengarkan beliau. Jangankan menerima, bahkan mereka menghardik, “ Tinggalkan segera kota kami! Pergilah kemana kamu suka!”

Ketika Baginda Nabi Shallallahu’alaihi wassallam sudah tidak dapat mengharapkan mereka dan bersiap-siap untuk kembali, maka mereka menyuruh anak-anak kota Thaif membuntuti Baginda Nabi Shallallahu’alaihi wassalam. Mereka lalu mengganggu, mencaci, dan melempari Baginda Nabi Shallallahu ‘alaihi wassallam denga batu sehingga kedua sandal beliau berlumuran darah. Dalam keadaan seperti itulah Baginda Nabi Shallallahu’alaihi wassalam meninggalkan Thaif. Di tengah perjalan, tatkala sudah merasa aman dari gangguan anak-anak nakal itu, beliau berdoa kepada Allah Subhanahu wata’ala :

“ Ya Allah,, aku adukan kepada-Mu lemahnya kekuatanku, habisnya upayaku, dan kehinaanku dalam pandangan manusia. Wahai Yang Maha Penyayang melebihi sekalian penyayang, Engkaulah Tuhan orang-orang yang tertindas. Dan Engkaulah Tuhanku. Kepada siapakah Engkau serahkan diriku? Kepada orang asing yang akan memandangku dengan muka masam atau kepada musuh yang Engkau kuasakan kepadanya segala urusanku? Tiada keberatan bagiku, asalkan Engkau tidak murka kepadaku. Perlindungan-Mu sudah cukup bagiku. Aku berlindung kepada-Mu dengan nur Dzat-Mu yang menyinari segala kegelapan, dan dengannya menjadi baik segala urusan dunia dan akhirat, aku berlindung dari turunnya kemarahan-Mu kepadaku atau kemurkaan-Mu kepadaku. Aku sanggup berbuat apa saja, hingga Engkau Ridho. Tiada daya dan upaya melainkan dengan-Mu.”

Allah Subhanahu wata’ala Penguasa seluruh alam pun  memperlihatkan keperkasaan-Nya dan mengutus malaikat Jibril Alaihis Salam untuk datang memberi salam kepada beliau dan berkata, “ Allah Subhanahu wata’ala mendengar ucapanmu dan jawaban kaummu, dan Dia mengutus kepadamu malaikat penjaga gunung agar siap melaksanakan apapun perintahmu kepadanya.” Malaikat penjaga gunugn itu pun datang  dan memberi salam kepada  Baginda Nabi Shallallahu’alaihi wassallam seraya berkata, “Apapun yang engkau perintahkan akan kulaksanakan. Bila engkau sukai, akan kubenturkan gunung-gunung yang ada di sekitar kota ini sehingga siapa saja yang tinggal di antaranya hancur binasa. Atau apapun hukuman yang engkau inginkan.” Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam yang bersifat penyayang dan mulia ini menjawab. “ Aku hanya berharap kepada Allah Subhanahu wata’ala, seandainya saat ini mereka tidak menerima Islam, semoga kelak di antara keturunan mereka akan lahir orang-orang yang menyembah dan beribadah kepada Allah Subhanahu wata’ala.”

Faidah
Demikianlah akhlak Baginda Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wassalam yang mulia. Kita mengaku sebagai pengikutnya, namun ketika sedikit kesulitan atau celaan menimpa kita, kita langsung marah, bahkan menuntut balas seumur hidup. Kezhaliman dibalas dengan kezhaliman, sambil kita terus mengaku sebagai umat Baginda Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wassallam. Meskipun mengalami penderitaan dan kesusahan yang berat, Baginda Nabi Shallallahu’alaihi wassallam tidak berdoa buruk dan tidak menuntut balas.

Sumber : Kitab Fadhilah Amal Syaikhul Hadits Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi Rah.a